Kamis, 15 November 2012

Fadhilah Membaca Al-Qur'an

Perintah Allah untuk membacanya sebagai petunjuk bagi manusia


“Bacalah apa yang telah diwahyukan kepadamu, yaitu Al Kitab (Al Quran) dan dirikanlah shalat. Sesungguhnya shalat itu mencegah dari (perbuatan- perbuatan) keji dan mungkar. dan Sesungguhnya mengingat Allah (shalat) adalah lebih besar (keutamaannya dari ibadat-ibadat yang lain). dan Allah mengetahui apa yang kamu kerjakan.” (QS. Al-Ankabut : 45)

“Dan bacakanlah apa yang diwahyukan kepadamu, yaitu Kitab Tuhanmu (Al Quran). tidak ada (seorangpun) yang dapat merobah kalimat-kalimat-Nya. dan kamu tidak akan dapat menemukan tempat berlindung selain dari padanya.” (QS. Al-Kahfi : 27)
 
“Aku Hanya diperintahkan untuk menyembah Tuhan negeri Ini (Mekah) yang Telah menjadikannya Suci dan kepunyaan-Nya-lah segala sesuatu, dan Aku diperintahkan supaya Aku termasuk orang-orang yang berserah diri. Dan supaya Aku membacakan Al Quran (kepada manusia). Maka barangsiapa yang mendapat petunjuk Maka Sesungguhnya ia hanyalah mendapat petunjuk untuk (kebaikan) dirinya, dan barangsiapa yang sesat Maka Katakanlah: “Sesungguhnya Aku (ini) tidak lain hanyalah salah seorang pemberi peringatan.”
(QS. An-Naml : 91-92)

Al Qur’an adalah obat dan wujud kasih sayang Allah

“Dan kami turunkan dari Al Quran suatu yang menjadi penawar dan rahmat bagi orang-orang yang beriman dan Al Quran itu tidaklah menambah kepada orang-orang yang zalim selain kerugian.”
(QS. Al-Israa : 82)

Baca 1000 ayat pahalanya sama dengan pahala orang kaya yang gemar bersedekah

Dari Abdillah bin Amr bin ‘Ash rodhiyallahu ‘anhuma berkata, Rasulullah bersabda:
“Siapa saja yang bangkit untuk membaca Al Qur’an sebanyak 10 ayat maka tidak dicatat sebagai orang yang lupa, dan siapa yang membaca 100 ayat akan dicatat sebagai orang yang taat dan siapa yang membaca 1000 ayat akan dicatat sebagai orang kaya yang suka bersedekah.”
( HR. Abu Dawud) Hadits Shahih

Al-Qur’an adalah sahabat sejati, sahabat yang akan menolong di saat manusia sedang kesuliatan di hari kiamat

Bercerita kepadaku Abu Umamah al-Bahily, aku mendengar Rasulullah bersabda :
“Bacalah Al-Quran karena sesungguhnya dia datang memberi syafaat bagi pembacanya di hari Kiamat.”
(HR. Muslim)

Al-Qur’an akan Jadi Penyelamat

Dari Abdullah bin Umar rodhiyallahu ‘anhuma Rasulullah bersabda:
“Puasa dan Al Qur’an akan memberi syafa’at bagi seorang hamba di hari Qiyamat, Puasa berkata : Wahai Tuhan! Aku telah menghalanginya makan dan syahwatnya di siang hari, maka izinkan aku memberi syafa’at untuknya, dan Al Qur’an berkata: Wahai Tuhan! Aku telah menghalanginya tidur sepanjang malam,maka izinkan aku memberi syafa’at untuknya, maka keduanya diberi keleluasaan oleh Allah untuk memberi syafa’at.”
(HR. Ahmad) hadits Dhaif. Al-Hakim mengatakan hadits shahih

Pembaca Al Qur’an selamat dari kehinaan dan senantiasa mendapatkan pahala yang takkan pernah putus

Dari Ibn Abbas rodhiyallahu anhuma berkata:
“Barang siapa yang membaca Al Qur’an, ia Tidak akan dikembalikan kepada kehidupan yang hina”, dan hal itu sesuai dengan Fiman Allah : “Kemudian Kami kembalikan dia ke tempat serendah-rendahnya (neraka), kecuali orang-orang yang beriman.“
Ia Berkata : “Yaitu orang-orang yang membaca Al-Qur’an.”
(HR. Hakim)
Syeikh Albani menshohihkan hadits ini dalam kitab at-Targhib wat Tarhib
Termasuk manusia paling baik
Dari Utsman rodhiyallahu ‘anhu, Rasulullah bersabda :“Sebaik-baik kalian adalah orang yang mempelajari Al Qur’an dan mengajarkannya.”
( HR. Bukhari)

Membaca satu huruf pahalanya sepuluh kali lipat

‘Abdullah bin Mas’ud rodhiyallahu ‘anhu berkata, Nabi bersabda:
“Barang siapa membaca satu huruf dari bacaan Al Qur’an, maka baginya ada kebaikan sebanyak sepuluh kebaikan, aku tidak mengatakan Alif Laam Miim satu huruf, tapi Alif satu huruf dan Laam satu huruf dan Miim satu Huruf .”
(HR. Tirmidzi)
Hadits ini dishohihkan oleh Albani
Al-Qur’an Mengangkat Suatu Kaum 
Dari shahabat ‘Umar bin Al-Khaththab radhiallahu ‘anhu, bahwa Nabi shalallahu ‘alaihi wasallam bersabda :
“Sesungguhnya Allah dengan Al-Qur`an ini mengangkat suatu kaum, dan menghinakan kaum yang lainnya.” [HR. Muslim 269]

Akan dibela di hari kiamat 
Dari shahabat An-Nawwas bin Sam’an Al-Kilabi radhiallahu ‘anhu berkata : saya mendengar Rasulullah shalallahu ‘alaihi wasallam bersabda :
“Akan didatangkan Al-Qur`an pada Hari Kiamat kelak dan orang yang rajin membacanya dan senantiasa rajin beramal dengannya, yang paling depan adalah surat Al-Baqarah dan surat Ali ‘Imran, keduanya akan membela orang-orang yang rajin membacanya.” [HR. Muslim 805]

Perbedaan orang mukmin dan munafik 
Dari shahabat Abu Musa Al-Asy’ari radhiallahu ‘anhu berkata, bahwa Rasulullah shalallahu ‘alaihi wasallam bersabda :
“Perumpaan seorang mu`min yang rajin membaca Al-Qur`an adalah seperti buah Al-Utrujjah : aromanya wangi dan rasanya enak. Perumpamaan seorang mu`min yang tidak membaca Al-Qur`an adalah seperti buah tamr (kurma) : tidak ada aromanya namun rasanya manis.
Perumpamaan seorang munafiq namun ia rajin membaca Al-Qur`an adalah seperti buah Raihanah : aromanya wangi namun rasanya pahit. Sedangkan perumpaan seorang munafiq yang tidak rajin membaca Al-Qur`an adalah seperti buah Hanzhalah : tidak memiliki aroma dan rasanya pun pahit.” [Al-Bukhari 5427, Muslim 797]
Cahaya penerang di bumi dan investasi di langit

Dari Abi Dzar rodhiyallahu ‘anhu, ia berkata: “Ya Rasulullah nasehatilah aku.” Maka Rasulullah bersabda: “Hendaklah kamu bertaqwa kepada Allah, karena ketaqwaan itu induk dari segala urusan. ”Aku berkata : “Ya Rasulullah tambahilah. ”Rasulullah menjawab : “Hendaklah kamu membaca Al Qur’an, dan dzikir kepada Allah karena sesungguhnya itu merupakan Cahaya bagimu di dunia dan tabunganmu di Langit. ”
( HR. Ibnu Hibban)
Syeikh Albani- Isnadnya shahih
Pembaca Al-Qur’an yang mahir akan bersama para malaikat yang mulia lagi sangat taat, bagi pembaca Al- Qur’an terbata-bata dapat dua pahala
Dari Aisyah rodhiyallahu ‘anha berkata: Rasulullah bersabda:
“ Orang yang mahir/bagus dalam membaca Al Qur’an dia bersama para malaikat yang mulia lagi sangat taat dan orang yang membaca Al Qur’an dengan terbata-bata dan bacaan itu terasa sukar baginya maka ia mendapat dua pahala.”
(HR Bukhari dan Muslim)
Iri yang diperbolehkan

Dari Ibn Umar rodhiyallahu ‘anhuma berkata:
Saya mendengar Rasulullah bersabda: “Seseorang tidak boleh iri kecuali kepada dua golongan, yaitu orang yang diberi oleh Allah Kitab Suci Al Qur’an ini, dibacanya siang dan malam; dan orang yang dianugerahi Allah kekayaan harta, siang dan malam kekayaannya itu digunakannya untuk segala sesuatu yang diridhai Allah.”
(HR. Bukhari & Muslim).

Turun ketenangan, rahmat Allah, para malaikat menaungi dan Allah menyebut-nyebut mereka di hadapan makhluk di sisi-Nya

Dari Abu Hurairah rodhiyallahu ‘anhu Rasulullah bersabda :
“Siapa saja yang menghilangkan kesusahan seorang mu’min dari kesusahannya di dunia maka Allah akan menghilangkan kesusahannya di Hari kiamat dan siapa saja yang membuat mudah urusan atas kesukaran urusan orang mu’min di dunia maka Allah akan memudahkan urusannya di dunia dan di akhirat, siapa saja yang merahasiakan aib/kejelekan seorang muslim di dunia maka Allah akan menutup aib/kejelekannya di dunia dan di Akhirat. Dan Allah akan tetap menolong seorang hamba selama si hamba masih mau menolong saudaranya. Barang siapa menempuh jalan untuk mencari ilmu maka Allah memudahkan baginya jalan ke Surga. Dan tidaklah suatu kaum berkumpul di salah satu rumah Allah, mereka membaca Kitabullah dan mempelajarinya di antara mereka, melainkan turun ketenangan dan merekan diliputi rahmat dan para malaikat menaungi mereka dan menyebut-nyebut mereka di hadapan Makhluk disisi-Nya.”
(HR. Muslim)

3 ayat dibaca dalam shalat lebih baik dari kendaraan mewah

Diriwayatkan dari Abu Hurairah rodhiyallahu ‘anhu, bahwa Rasulullah bersabda:
“Tidaklah setiap orang diantara kalian senang jika pulang menjumpai keluarganya dengan membawa onta yang besar dan gemuk?” Kami menjwab: “Tentu.” Rasulullah melanjutkan : “Tiga ayat yang dibaca oleh seorang dari kalian dalam shalatnya lebih baik dari tiga ekor onta yang besar dan gemuk.”
(HR. Muslim)

Diriwayatkan dari Uqbah bin Amir rodhiyallahu ‘anhu bahwa Rasulullah bertanya kepada para sahabat ahli suffah yang tinggal di pojok masjid: “Siapakah diantara kalian yang senang pergi ke Buthan atau Aqiq, kemudian kembali dengan membawa dua ekor onta yang besar tanpa berbuat dosa atau memutuskan silaturahmi?” para sahabat menjawab: “Wahai Rasulullah, kami sangat menyukainya.“ Rasulullah bersabda: “Tidaklah seorang dari kalian pergi ke masjid, kemudian dia mengkaji atau membaca dua ayat Al-Qur’an, kecuali hal itu lebih baik daripada dua onta. Jika tiga ayat yang dia baca, maka hal itu lebih baik daripada tiga onta, jika empat ayat yang dia baca, maka hal itu lebih baik daripada empat onta. Demikianlah seterusnya. ”
(HR. Muslim)

Fadhilah Menghafal Al Qur’an


Tanpa al-Qur’an, hidup berantakan

Dari Ibn ‘Abbas rodhiyallahu ‘anhuma, dia berkata : “Rasulullah bersabda:
“Sesungguhnya orang yang di dalam hatinya tidak terdapat sedikitpun dari Al-Quran (yaitu orang yang tidak hafal sedikitpun dari Al-Quran). Maka ia bagaikan rumah yang rusak.”
(HR. Tirmidzi)
Hadits Dhoif

Menjadi Keluarga Allah

Dari Anas bin Malik rodhiyallahu ‘anhu Rasulullah bersabda :
“Sesungguhnya Allah mempunyai keluarga dari kalangan manusia.” Berkata sahabat, “Siapa mereka ya Rasul ?” Rasul menjawab, “Ahli Qur’an adalah Kekasih Allah yang diistimewakan.” (HR. Ahmad) Hadits Shohih
Memberi syafaat pada 10 orang dari keluarganya

Diriwayatkan dari Ali bin Abi Thalib karramallahu wajhahu bahwa Rasulullah bersabda:
“Barangsiapa membaca Al-Qur’an dan menampakkannya dengan menghalalkan apa yang dihalalkan Al-Qur’an dan mengharamkan apa yang diharamkannya, maka Allah akan memasukkannya ke dalam surga, dan dia juga akan diberikan hak memberi syafa’at/pertolongan terhadap sepuluh orang kerabatnya yang semuanya sudah ditentukan masuk ke dalam neraka.”
(HR. Tirmidzi)
Abu Isa berkata, hadits ini ghorib, Hafas bin Sulaiman mendhoifkan

Diistimewakan oleh Rasulullah

Diriwayatkan dari Jabir bin Abdullah rodhiyallahu ‘anhuma. Ia berkata: “Ketika Rasulullah ingin menguburkan para syuhada perang Uhud, beliau menggabungkan dua jenazah dalam satu lahat. Sebelum memerintahkan hal itu, beliau bertanya lebih dahulu: “Siapakah diantara mereka yang paling banyak hafalan al-Qur’annya?” Jika ada yang mengisyaratkan kearah salah satu dari jenazah, maka jenazah itu didahulukan masuk ke liang lahat. Kemudian beliau bersabda: “Aku akan menjadi saksi untuk mereka pada hari kiamat nanti.” Kemudian beliau memerintahkan jenazah-jenazah tersebut dikuburkan bersama darah-darahnya tanpa perlu dimandikan.”
(HR. Bukhari)

Bisa Jadi Mahar buat Nikah

Diriwayatkan dari sahal bin Sa’ad rodhiyallahu ‘anhu, dia berkata: “Telah datang kepada Nabi seorang perempuan dan berkata bahwa dia telah menyerahkan dirinya untuk Allah dan Rasul-Nya. Nabi bersabda: “Aku tidak menginginkan perempuan.” Maka seorang laki-laki berkata: “Kawinkanlah saya dengannya.” Rasulullah bersabda: “Berikanlah dia pakaian (sebagai mahar).” Laki-laki itu menjawab: “Saya tidak memilikinya.” Nabi bersabda kembali: “Berikanlah dia walaupun cincin dari besi.” Laki-laki itu tidak menyanggupinya. Rasulullah bersabda lagi: “Apa yang kamu hafal dari al-Qur’an?” Laki-laki itu menjawab “Beberapa surat, surat ini dan itu.” Rasulullah bersabda: “Aku nikahkan kamu dengan hafalan al-Qur’an yang kamu miliki (untuk diajarkan kepadanya sebagai mahar).”
(HR. Bukhari)

Menggapai kedudukan tinggi

Dari Abdullah Ibn Amr Ibn al-’Ash rodhiyallahu ‘anhuma, dari Nabi , beliau bersabda:
“Akan dikatakan kepada ahli Al-Quran: ” Bacalah dan naiklah dan bacalah dengan tartil sebagaimana engkau membacanya secara tartil di dunia, sesungguhnya kedudukannya adalah pada akhir ayat yang engkau baca.”
(HR. Abu Daud dan Tirmidzi)
Abu Isa berkata, Hadits ini Hasan Shahih

Fadhilah Empat Surat Pilihan

Surah Yaasiin
Dapat Menghapus Dosa
Dari Jundab bin Abdullah ra, Rasulullah SAW bersabda,
”Barangsiapa membaca YASIN pada suatu malam hanya dengan mengharap Wajah Allah, maka dia akan diampuni.”
Hadits ini terdapat dalam Shahih Ibnu Hibban, nomor hadits 2626 (berdasarkan penomoran maktabah syamilah edisi kedua) pada bab: Al-Hadatsu fish shalaah.
Sedangkan dalam kitab Mawarid Azh-Zham`an yang disusun oleh Al-Haitsami hadits ini ditempatkan pada kitab: Al-Mawaaqiit, bab: Al-Qiraa`atu fii Shalaatil Lail.
Berkata asy Syaikh al Baaniy rahimahullahu `Ta`aala : Hadist ini dho`iif
Hadist pertama :
Artinya : “Hati al Qur`aan adalah “Yaasin”, tidaklah membacanya seorang lelaki yang menginginkan Allah dan kehidupan akhirat; kecuali Allah Ta`aala akan memberikan ampunan baginya, bacakanlah “Yaasin” itu atas orang yang meninggal diantara kalian.”
Asy Syaikh Albani berkata : “Hadist ini dho`iif (lemah), diriwayatkan oleh: Ahmad, Abu Daawud, an Nasaaiiy dan lafadz ini bagi an Nasaaiiy , dan Ibnu Maajah, dan al Haakim dan dishohihkan olehnya.

Al-Waaqi’ah
Hadits sahih tentang surah Al-Waqi’ah.
Abu Bakar radiyallahu ‘anhu bertanya: Ya Rasulullah, engkau telah beruban. Rasulullah sallallahu ‘alaihi wasallam menjawab:
Aku beruban karena memikirkan kandungan surah Huud, Al-Waqi’ah, An-Naba’, dan At-Takwir. [Sunan Tirmidzi: Hadits Hasan]
Hadits Dhoif tentang surah Al-Waqi’ah.
Hadits Ibnu Mas’ud radiyallahu ‘anhu.
Diriwayatkan oleh Al-Harits (282H) dalam kitab Musnad-nya [lihat: Bugyatul Bahits karya Al-Haetsamiy (807H) 2/729 no.282]
Dari Ibn Mas’ud rodhiyallahu ‘anhu berkata : Rasulullah bersabda:
“Barang siapa yang membaca surat al- Waqi’ah setiap malam, maka selamanya ia tidak akan menderita kemiskinan ( Ibn Mas’ud menyuruh putrinya untuk membacanya setiap malam)
( HR. Baihaqi)
Karena itu, Ibnu Mas’ud memerintahkan anak-anaknya untuk membaca surah Al-Waqi’ah setiap malam.
Syekh Albany (1420H) mengatakan: Hadits ini lemah, karena pada sanadnya ada rawi yang bernama Syujaa’; Adz-Dzahaby (748H) berkata: Ia mungkar (hadits yang ia riwayatkan sangat lemah), tidak dikenal. Begitu pula dengan gurunya, Abu Thaibah. Az-Zaila’iy (762H) dalam kitabnya “Takhrij Al-Kasysyaaf” no.1295 mengatakan: Hadits ini punya 4 cacat:
1. Sanadnya terputus, sebagaimana dijelaskan oleh Ad-Daruquthny (385H) dan yang lainnya.
2. Matan (isi) haditsnya mungkar (sangat lemah) sebagaiman disebutkan oleh Imam Ahmad (241H).
3. Rawi-nya lemah sebagaimana dikatakan oleh Ibnu Al-Jauzy (597H).
4. Hadits ini mudtharib (tidak jelas) perawinya apakah Abu Thaibah, Abu Zhaibah, atau Abu Fathimah, dan Abu Syujaa’ atau Syujaa’.
Hadits ini disepakati lemah oleh Imam Ahmad, Abu Hatim (277H) dan anaknya (Abdurrahman 327H), Ad-Daruquthny, Al-Baihaqy (458H), Ibnu Al-Qaththaan (628H), As-Suyuthiy (911H), Al-Munawiy (1031H) dan yang lainnya.
- Dalam hadits lain, Rasulullah sallallahu ‘alaihi wasallam bersabda:
“Ajarilah istri-istrimu surah al-waqi’ah, karena ia adalah surah kekayaan”.
Syekh Al-Bani mengatakan bahwa sanad hadits ini lemah, karena aku tidak tau kedudukan hadits setiap rawinya kecuali Anas bin Malik radiyallahu ‘anhu.
Disebutkan juga oleh As-Suyuthiy dalam kitabnya “Ad-Darr Al-Mantsur” 14/173-174, diriwayatkan oleh Ibnu Mardawaih (498H) dengan lafadz:
Surah Al-Waqi’ah adalah surah kekayaan, maka bacalah surah tersebut dan ajarkanlah kepada anak-anakmu.

Al Mulk
Pelindung dari siksa kubur
Diriwayatkan dari Ibn Abbas rodhiyallahu ‘anhu ia berkata: “Beberapa orang sahabat memasangkan tenda di atas kuburan yang mereka tidak sadar bahwa itu adalah kuburan. Tiba-tiba ada seorang yang membaca surat Tabarak al-ladzi biyadihi al-mulku hingga selesai. Kemudian sahabat ini menemui Nabi dan berkata: “Wahai Rasulullah, sungguh saya sudah memasang tenda di atas kuburan, saya tidak mengira bahwa itu adalah kuburan, tiba-tiba ada seorang yang membaca surat Tabarak hingga selesai. “Rasulullah bersabda: “Dia (surat Tabarak) adalah penghalang. Dia adalah penyelamat, yang menyelamatkan dari adzab kubur.”
(HR. Tirmidzi)
Abu Isa (At Tirmidzi) berkata; Dari jalur ini, hadits ini hasan gharib.
Penilaian hadits:
Syaikh Al Albani mengatakan bahwa hadits ini dho’if sebagaimana dalam Dho’iful Jaami’ (6101).
Syaikh Musthofa Al ‘Adawi mengatakan bahwa sanad hadits ini dho’if. (Lihat At Tashil li Ta’wilit Tanzil Juz-u Tabarok, hal. 64)
Dengannya Dosa-dosa Diampuni
Diriwayatkan dari Abu Hurairah rodhiyallahu ‘anhu bahwa Nabi bersabda:
“Sesungguhnya terdapat sebuah surat dalam Al-Qur’an yang mengandung 30 ayat, surat ini akan memberikan syafaat kepada seseorang sampai ia dimaafkan. Surat itu adalah surat تَبَارَكَ الَّذِي بِيَدِهِ الْمُلْكُ.” ((HR. Tirmidzi no. 2891, Abu Daud no. 1400, Ibnu Majah no. 3786, dan Ahmad 2/299).)
Penilaian hadits:
Abu ‘Isa Muhammad bin ‘Isa At Tirmidzi dalam Al Jaami’ Ash Shohih Sunan At Tirmidzi mengatakan bahwa hadits tersebut hasan.
Abul ‘Abbas Ibnu Taimiyah dalam Majmu’ Al Fatawa (22/277) mengatakan bahwa hadits tersebut shahih.
Muhammad bin ‘Ali Asy Syaukani dalam Nailul Author (2/227) mengatakan bahwa hadits tersebut memiliki penguat dengan sanad yang shahih.
Syaikh Al Albani dalam Shahih Al Jaami’ (2091) mengatakan bahwa hadits tersebut hasan.
Syaikh Musthofa Al ‘Adawi mengatakan bahwa hadits tersebut tidak shahih. Karena yang mentsiqohkan ‘Abbas Al Jusyamiy hanyalah Ibnu Hibban, tidak yang lainnya. Sedangkan Ibnu Hibban sudah terkenal sebagai orang yang mutasahil (bermudah-mudahan dalam mentsiqohkan). Namun ada beberapa atsar yang menguatkan hadits ini. (Lihat At Tashil li Ta’wilit Tanzil Juz-u Tabarok, hal. 64)
Nabi senantiasa membacanya
Diriwayatkan dari Jabir rodliyallahu ‘anhu ia berkata: “Sesungguhnya Nabi belum tidur sampai beliau membaca surat آلم تنزيل (surat As Sajdah) dan تَبَارَكَ الَّذِي بِيَدِهِ الْمُلْكُ.”
( HR. Ahmad)
Penilaian hadits:
Ibnu Hajar Al Asqolani mengatakan bahwa hadits ini ghorib dan ada dua ‘illah (cacat), yaitu Abu Az Zubair, (seorang perowi mudallis ) yang meriwayatkan dengan mu’an’an dan dho’ifnya Al Laits.(Nataij Al Afkar, 3/265)
Syaikh Musthofa Al ‘Adawi mengatakan bahwa hadits ini terdapat ‘illah (cacat). Laits bin Abu Sulaim adalah seorang perowi yang dho’if karena seringnya ia keliru. Juga Abu Az Zubair dinilai sebagai seorang perowi mudallis. Sedangkan di sini ia tidak gunakan lafazh mendengar, namun menggunakan lafazh ‘an (dari), maka sanad hadits tersebut dho’if. (Lihat At Tashil li Ta’wilit Tanzil Juz-u Tabarok, hal. 64)
Yang membacanya telah telah melakukan amal kebaikan
Dari ‘Abdullah bin Mas’ud, ia berkata, “Barangsiapa membaca “Tabarokalladzi bi yadihil mulk” (surat Al Mulk) setiap malam, maka Allah akan menghalanginya dari siksa kubur. Kami di masa Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam menamakan surat tersebut “al Mani’ah” (penghalang dari siksa kubur). Dia adalah salah satu surat di dalam Kitabullah. Barangsiapa membacanya setiap malam, maka ia telah memperbanyak dan telah berbuat kebaikan.”
(HR. An Nasai dalam Al Kabir 6/179 dan Al Hakim. Hakim mengatakan bahwa sanad hadits tersebut shahih)
Penilaian hadits:
Hakim mengatakan bahwa sanad hadits tersebut shahih. Sebagaimana dinukilkan oleh Al Mundziri dalam At Targhib wa At Tarhib (2/294).
Syaikh Al Albani mengatakan bahwa hadits tersebut hasan sebagaimana dalam Shahih At Targhib wa At Tarhib (1589).

Surah Ar-Rahman
Pengantin Al-Qur’an
“Segala sesuatu mempunyai pengantin, dan pengantin Al-Quran adalah surah ar-Rahman.” (HR. Baihaqi)
Hadits ini menurut Al-Bani adalah Dhoif dalam bukunya silsilah ad-da’ifah.
Abu Isa at-Tirmidzi meriwayatkan dari jabir, ia bercerita: “Rasulullah Saw, pernah keluar menemui sahabatnya, lalu beliau membacakan kepada mereka surah “ar-Rahman” dari awal sampai akhir, maka mereka pun diam. Lalu beliau bersabda :
“Sesungguhnya aku telah membacakannya kepada jin pada malam jin, dan mereka lebih baik sambutannya daripada kalian. Setiap kali aku sampai pada bacaan: ’Maka nikmat Rabb-mu yang manakah yang kamu dusatakan?” maka mereka mengatakan: “Tidak ada sesuatu pun dari nikmat-Mu, yang kami dusatakan, wahai Rabb kami dan segala puji hanya bagi-Mu.”
Kemudian Imam at-Tirmidzi mengungkapkan. “Hadits ini gharib, kami tidak mengetahuinya kecuali dari hadits al-Walid bin Muslim dari Zuhair bin Muhammad.”

#Mohon maaf kalo postingnya cuma copaz,.
semoga bermanfaat bagi yang membaca,. 
Wassalamu'alaikum,.

Shalawat

Shalawat yang diajarkan Nabi Muhammad saw tidak memakai kata Sayyidina (junjungan kami), baik untuk diri beliau maupun untuk Nabi ibrahin As. Memang beliau enggan menonjolkan diri apalagi mengajarkan orang lain untuk menyatakan bahwa beliau adalah Sayyidina (Tuan kami/junjungan kita). Namun demikian, kita menemukan Al Qur'an sangat mengagungkan Nabi Muhammad SAW. Beliau disapa dengan gelar kenabian, atau kerasulan, dan tidak disebut namanya oleh Allah kecuali dengan gelar tersebut. 
Bahkan Al Qur'an secara tegas menyatakan: “Janganlah kamu menjadikan panggilan kepada Rasul sebagaimana panggilan kamu satu sama lain." Pakar-pakar tafsir memahaminya dalam arti jangan panggil namanya terlepas dari panggilan penghormatan. Ditempat lain Al Qur'an memperingatkan: "Hai orang-orang beriman janganlah kamu mengeraskan suara kamu melebihi suara Nabi (ketika kamu berdialog dengan beliau) dan jangan pula mengeraskan suara di hadapannya sebagaimana kerasnya suara kamu ketika berbicara dengan rekan-rekan kamu.” (QS Al Hujarat/49:2).
Atas dasar tuntunan inilah, maka sebagian ulama mengajarkan untuk menyanding kata Sayyidina bila menyebut nama Rasulullah saw, baik ketika bersalawat maupun selainnya. Sementara yang menolak pandangan ini menyebut satu riwayat yang menyatakan bahwa Nabi bersabda : Laa Tusayyiduuny fish-shalaat (Janganlah men-sayyid-kan saya dalam shalat/ shalawat). Sebagian ulama meragukan sabda Nabi saw tersebut karena redaksinya sangat buruk dan bertentangan dengan kaedah kebahasaan sehingga tidak mungkin Rasulullah SAW berucap seperti itu.
Kendati demikian, tidaklah keliru siapa yang tidak mengucapkan Sayyidina ketika menyebut nama Nabi, selama hatinya tetap hormat kepada beliau. Dia pun mendapat ganjaran tambahan jika niatnya enggan menyebut itu, terdorong oleh keinginan mengikuti tuntunan Nabi saw. Yang mengucapkan Sayyidina pun tidak keliru, bila niatnya ingin memberi penghormatan yang wajar dan sebesar mungkin kepada Nabi Muhammad saw.
Saya pribadi senang merangkaikan kata Sayyidina ketika menyebut nama beliau. Dan untuk diketahui, Allah memerintahkan kita bershalawat, setelah menyatakan bahwa Yang Maha Kuasa itu demikian juga para malaikat bershalawat kepada Nabi (tanpa menyebut nama pribadi beliau (Muhammad) tetapi menyebut gelar kenabiannya sebagai penghormatan kepada beliau.
Demikianm, 
Wa Allah A’lam,.

Kamis, 12 Juli 2012

Haji ... ??? Baitullah ... ???



Filosofi ibadah haji, menurut Ali Syariati, tidak lain daripada perjalanan menghampiri dan mendekati Allah SWT. Perjalanan ini secara simbolik dinyatakan dengan mendatangi “rumah-Nya”, yaitu kabah atau Baitullah di
kota suci Mekah. Baitullah, yang menjadi tujuan utama perjalanan haji ini, memberi daya tarik tersendiri bagi kaum muslimin. Pasalnya, ia memiliki kemuliaan dan keutamaan yang tidak dimiliki oleh rumah ibadah manapun.
Pertama, ia merupakan tempat ibadah pertama yang dibangun di muka bumi
(Ali Imran, 96). la pertama baik dari segi waktu maupun kemuliaannya. 
Kedua, ia diberi nama Baitullah, berarti “rumah Allah”. Ini berarti namanya disandarkan langsung dengan nama Allah SWT. 
Ketiga, ia menjadikan sebagai tempat  bagi pelaksanaan bermacam ibadah dalam Islam, seperti haji, umrah, thawaf, dan juga sa'i. 
Keempat, ia dijadikan sebagai kiblat atau pusat orientasi bagi muslimin di seluruh dunia dalam ibadah shalat. 
Karena kemuliaan yang disebut terakhir ini, tulis Rasyid Ridha, maka tak sesaat pun berlalu, di waktu siang atau pun malam, kecuali kaum muslimin menghadapkan wajah mereka ke arahnya. (tafsir al-Manar, 4/7).
Dari sini kita dapat mengetahui bahwa kemuliaan Baitullah itu lebih terkait
dengan makna dan fungsinya, bukan karena letak bangunannya dan bahan
materialnya konon, dikirim dari surga. Namun, riwayat semacam ini ditolak
oleh Abduh dan Rasyid Riddha. Menurut mereka riwayat itu lemah dan berbau israiliyat. Komentar Umar Ibnu Khattab mengenai hajar aswad yang berada di kabah itu, agaknya memperkuat pendapat Abduh dan Ridha di atas. Diceritakan ketika Umar menempelkan tangannya di batu hitam itu ia berkata, “Aku tahu bahwa engkau hanyalah batu. Seandainya aku tak mengetahui bahwa Rasulullah menciummu, aku tak pernah akan menciummu.” Usai berkata demikian, Umar pun mendekatinya, lalu menciumnya. (HR Bukhari dan Muslim). 
Baitullah, seperti tersebut dalam Alquran, dibangun oleh Nabi Ibrahim dan putranya, Ismail (al Baqarah, 127). Sebagai pendiri, Ibrahim dan Ismail diperintahkan oleh Allah SWT agar senantiasa menjaga dan memelihara kesuciannya, baik secara fisik maupun maknawi. (Al Baqarah, 126). Nabi Muhammad saw yang merupakan pelanjut keduanya, tentu mendapat tugas yang sama. Begitu juga kaum muslimin, yaitu setiap orang yang beriman kepada Allah dan Rasul-Nya. Baitullah, seperti halnya Shafa, Marwa, dan Arafah, merupakan salah satu syiar Allah yang amat penting. Setiap muslim harus menghormati dan memuliakannya. Penghormatan terhadap syiar ini, didefinisikan sebagai salah satu tanda dari iman dan taqwa. Allah berfirman: “Demikianlah (perintah Allah). Dan barang siapa mengagungkan syiar-syiar Allah, maka sesungguhnya itu timbul dari ketaqwaan hati.” (Al-Haj 32).

Senin, 09 Juli 2012

apa BUKTI CINTA mu,.????


Suatu hari Rasulullah saw melihat setumpuk kurma. Beliau bertanya kepada Bilal, “Untuk apa ini?” Dijawab, “Ya Rasulullah, kurma ini untuk persediaan kebutuhan di masa depan.” Mendengar hal tersebut, Nabi Muhammad saw pun berucap, “Apakah engkau tidak takut terkena api neraka pada hari perhitungan kelak? Bagikanlah kurma itu, Bilal, dan jangan takut bahwa Allah akan membiarkan kita kelaparan.” 
Dewasa ini banyak sekali contoh orang yang khawatir kesulitan pangan kemudian bertindak, seperti Bilal. Mereka yang kaya memborong dan menimbun bahan-bahan kebutuhan pokok. Sedangkan yang miskin hanya bisa mengeluh dan gigit jari. Namun, Islam datang bagaikan cahaya penerang gulita. Rasulullah saw mengajarkan umatnya agar jangan suka menimbun kebutuhan pokok karena takut kelaparan di masa depan. Islam justru mengajarkan agar setiap Muslim gemar memberi terutama kepada mereka yang ditimpa kesulitan. “Hai hamba-Ku, dermakanlah hartamu, niscaya engkau akan diberi pula nafkah,” perintah Allah dalam salah satu hadis qudsi Dalam hadis qudsi yang lain, Allah SWT berfirman, “Hai anak cucu Adam, keluarkanlah isi gudang simpananmu! Dan ketahuilah, bahwa gudang-Ku tidak akan terbakar, tidak akan tenggelam, dan tidak akan kecurian. Aku penuhi segala yang menjadi kehendakmu.”
Terhadap mereka yang dermawan, Tuhan berjanji, “Orang-orang yang beriman dan gemar mengerjakan perbuatan baik (amal saleh), mereka mendapatkan ampunan dan rezeki yang mulia.” [QS Al Haji (22):50].
Saat ini ekonomi bangsa dan negara Indonesia hancur-hancuran. Banyak pabrik tutup, belasan juta orang menganggur, puluhan juta orang bertambah miskin, jutaan orang kelaparan, dan tidak sedikit pelajar dan mahasiswa terancam putus sekolah. Dalam kondisi seperti ini, sekadar satu-dua liter beras, satu kilogram minyak goreng, dan beberapa bungkus mi instan terasa begitu berarti. Selayaknya mereka yang mempunyai sedikit kelebihan rezeki, menyisihkan sebagian rezekinya untuk mereka yang kekurangan. Baik menyalurkan secara langsung kepada para tetangga yang miskin, panti asuhan/yatim piatu, maupun lewat lembaga-lembaga yang diyakini mampu menjalankan amanat tersebut dengan baik. Alangkah indahnya kalau mereka mensyukuri karunia Allah tersebut dengan berbagi kepada saudara-saudaranya sebangsa yang tengah dilanda kesulitan-kesulitan hidup.
Nabi Muhammad saw menempatkan sikap menolong sesama - dengan cara menyisihkan sebagian rezeki yang diterima - sebagai bukti cinta. “Tidaklah beriman seorang di antara kamu hingga dia mencintai saudaranya seperti dia mencintai dirinya sendiri,” tandas Nabi Muhammad saw kepada sahabat.

Minggu, 18 Maret 2012

Bohong itu Dosa...!!!

Sesungguhnya perbuatan baik itu berada dalam kenikmatan surga, dan sesungguhnya perbuatan dosa itu berada dalam kepedihan neraka. QS Alinfithar : l3 

Perbuatan (aksi) adalah bagian dari hidup manusia. Terkadang perbuatan itu mendatangkan pahala, terkadang juga dosa-kecuali pada diri para Nabi yang telah dijaga oleh Allah (makshum).
Orang biasa umumnya tak luput dari berbuat dosa. Namun ia selalu memilikikesempatan untuk bertobat - dalam arti menyesal dengan tulus (annadmu) atas perbuatannya itu, berusaha sekuat tenaga menjauhi dosa lainnya, dan bercita­-cita segera melakukan amal saleh sebagai pengganti dosanya (al azmu). Semua perbuatan dosa yang dilakukan seseorang tentu mempunyai akar permasalahan, sebagaimana diutarakan oleh Nabi Muhammad saw dalam hadisnya: “Sesungguhnya kejujuran itu melahirkan perbuatan baik, dan perbuatan baik membawa ke surga... Dan sesungguhnya kebohongan itu akan melahirkan perbuatan dosa, dan perbuatan dosa menyebabkan masuk neraka...”(HR Muttafaqun’alaih). Sesuai hadis di atas, penyebab lahirnya perbuatan dosa adalah sesuatu yang sangat sepele yaitu bohong alias tidak jujur. Dengan kata lain, ia tidak mau mengakui terhadap apa yang sebenarnya ia lakukan sehingga ia berdusta. Tindakannya itu justru melahirkan perbuatan dosa yang lebih besar. Dalam dunia kita sehari­-hari berbohong sepertinya sudah hal yang lazim. Ketidak jujuran telah melanda hampir seluruh aspek kehidupan kita, dari kehidupan pribadi, keluarga, masyarakat, sampai kehidupan berbangsa dan bernegara, bahkan juga dalam menjalin hubungan internasional. Karena bohong telah melanda segala bidang kehidupan, seperti ekonomi, politik, sosial budaya, dan lain-lain, maka manusia telah pasti menuju jurang kehancuran yang tak terbayangkan.
Dengan bohong, seseorang mungkin akan selamat di dunia, bahkan semakin popular. Namun hal itu tidak akan terjadi ketika menempati “rumah masa depan yang hanya berukuran lebih kurang satu kali dua meter saja. Karena pada saat itulah setiap orang akan melihat hasil pekerjaannya.
Islam adalah agama yang inti ajarannya tertumpu pada kejujuran alias tidak bohong (33:70-71). Oleh karena itu, setiap muslim hendaknya merasa tabu melakukan kebohongan walaupun sedikit. Jangan sampai kita berangan-angan demi mencari kesenangan lalu berbohong. Alih-alih akan senang, malah perbuatan itu akan melahirkan dosa yang lebih besar.

Rabu, 29 Februari 2012

BUNGA BANK

Pada zamannya Rasulullah Saw belum dikenal istilah Bank, yang ada saat itu baru gadai. Kemajuan jaman,tidak memungkinkan transaksi atau menyimpan uang dengan cara kontan, maka berkembanglah perbankan untuk memenuhi kebutuhan masyarakat modern. Maka timbullah masalah apabila kita punya uang simpanan di Bank, yang secara otomatis mendapat bunga dari pemilik Bank. Masalahnya apakah bunga bank itu haram atau halal. Pada tahun 1976 di Mesir diadakan diskusi yang sangat berbobot dipimpin oleh Syekh Muhammad Faraj As-Sanhuri dan dihadiri oleh 14 ulama yang sangat terkemuka. Lima mewakili Mazhab Hanafi, empat mewakili Mazhab Maliki, tiga Mazhab Syafi’i dan seorang bermazhab Hambali. Di akhir diskusi, empat ulama mengharamkan, sembilan membolehkan dan seorang belum dapat memberi putusan. Selanjutnya Mufti Mesir yang kini menjabat Pimpinan Tertinggi Al-Azhar, Syekh Al-Azhar Sayyid Muhammad Thanthawi, cenderung membolehkan Bank konvensional/deposito dalam berbagai bentuknya walau dengan penentuan bunga terlebih dulu. Menurutnya di samping penentuan tersebut menghalangi adanya perselisihan atau penipuan di kemudian hari, juga karena penentuan bunga dilakukan setelah perhitungan yang teliti dan terlaksana antara nasabah dengan bank atas dasar kerelaan mereka. Terlebih, perbankan menjadi salah satu pilar utama dari pembangunan ekonomi secara khusus dan pembangunan nasional secara umum yang manfaatnya kembali kepada seluruh masyarakat. Pada tanggal 2 Desember 2002 M atau 27 Ramadhan 1423 H Majma al-Buhust al-­Islamiyah salah satu badan tertinggi al-Azhar mengadakan rapat membahas soal bank konvensional yang dipimpin oleh Syekh Al-Azhar. Forum itu memutuskan : “Mereka yang bertransaksi dengan atau bank-bank konvensional dan menyerahkan harta dan tabungan mereka kepada bank-­bank agar menjadi wakil mereka dalam mengenvestasikannya dalam berbagai kegiatan yang dibenarkan, dengan imbalan keuntungan yang diberikan kepada mereka serta ditetapkan terlebih dulu pada waktu-waktu yang disepakati bersama orang-orang yang bertransaksi dengannya atas harta-harta itu,maka transaksi dalam bentuk ini adalah halal tanpa syubhat (kesamaran), karena tidak ada teks keagamaan di dalam Al Quran atau Sunah Nabi yang melarang transaksi di mana ditetapkan keuntungan atau bunga terlebih dahulu, selama ke dua belah pihak rela dengan bentuk transaksi tersebut.” Periksa Surat An Nisa’ ayat 29. Dan sekarang telah banyak Bank Syariah.

Senin, 27 Februari 2012

Mengapa BEKERJA,.????

Islam, seperti dijelaskan Imam Ali bin Abi Thalib, mengajarkan bahwa dengan bekerja kita tidak hanya bisa membahagiakan diri sendiri, tapi juga orang lain : keluarga, tetangga, atau saudara. Imam Ali mengatakan, “Tahukah Anda, siapakah orang yang dapat dipercaya oleh manusia dalam harta dan jiwa mereka.”Lalu tambahnya, la bekerja keras untuk membahagia-kan orang lain.” Nabi SAW sendiri menyamakan bekerj a dengan berjuang di jalan Allah. Suatu pagi, seperti ditulis oleh Hamid Husaini dalam bukunya Riwayat Kehidupan Nabi Besar Muhammad SAW, Rasulullah SAW duduk bersama para sahabat. Saat itu, mereka melihat seorang pemuda berbadan tegap dan kekar sedang berjalan. Seorang diantara mereka berkata sinis. “Huh pemuda apa itu! Alangkah baiknya kalau kemudaan dan kekuatan tubuhnya itu diabdikan dalam perjuangan di jalan Allah, yaitu berperang.” Mendengar ucapan itu, Nabi saw menyahut,” Janganlah kalian berkata begitu!Kalau ia pergi hendak bekerja (berusaha) untuk mencukupi kebutuhan hidupnya sendiri agar tidak tergantung pada orang lain, itu sudah merupakan perjuangan di jalan Allah. Kalau ia berusaha mencukupi penghidupan ayah ibunya yang sudah lemah, atau memberi nafkah kepada keluarganya agar mereka tidak meminta-minta belas kasihan orang lain, itu pun sudah berjuang di jalan Allah!”Hadis di atas mengingatkan kita untuk berpacu bekerja, setiap hari. Allah memberi rezeki sesuai dengan yang kita usahakan. (Q.S 53:39). Allah SWT juga menjelaskan, “Dan carilah pada apa yang telah dianugrahkan Allah kepadamu (kebahagiaan) negeri akhirat, dan janganlah kamu melupakan kebahagianmu dari (kenikmatan) duniawi dan berbuat baiklah (kepada orang lain) sebagaimana Allah telah berbuat baik kepadamu.” (Q.S 28:77). Dalam tafsir Jalalain, Imam Jalaluddin Al-Mahalli dan Jalaluddin Al-Suyuthi menjelaskan bahwa perintah untuk bekerja keras itu adalah agar kita bisa berinfak, dan dengan demikian kita menerima pahala amal saleh. Bekerja menjadi media kita untuk berbuat baik kepada sesama manusia, yaitu dengan memberikan sedekah hasil kita bekerja. Sedangkan Sayyid Muhammad Husain Thabathabai, dalam bukunya Al-Mizan fi Tafsir Alquran menjelaskan bahwa kita harus mencari apa yang diberikan Allah dari harta dunia ini sebagai bekal hidup di akhirat. Harta itu kita infakkan di jalan Allah kepada sesama manusia, dengan harapan kita mendapat ridha-Nya. Kita tidak boleh melupakan atau meninggalkan apa yang direzekikan Allah kepada kita. Karena itu, kita harus bekerja keras di dunia ini untuk tabungan amal di akhirat. Kata Thabatabai, hakikat hidup seorang di dunia ini adalah ia bekerja di dalamnya untuk kehidupan akhirat yang kekal.

Jumat, 24 Februari 2012

BERKAH


Kata ini kini boleh jadi mulai kurang mendapat tempat di hati manusia. Harta dikatakan berkah, jika bermanfaat kepada pemiliknya di dunia dan akhirat. Pengertian ‘bermanfaat bagi pemiliknya di dunia’ pasti mudah dipahami, tapi hanya sedikit yang memahami ‘bermanfaat bagi pemiliknya di akhirat.’ Maraknya penyakit korupsi, kolusi dan nepotisme merupakan bukti nyata pernyataan itu. Ketiga kosakata itu (KKN) lebih menunjuk kepada masalah moral manusia terhadap harta dan tahta. Intinya terletak pada pencarian harta secara serakah dan melalui cara-cara tidak halal. Bagi pelaku KKN, keberkahan yang ada pada setiap rezeki, termasuk harta benda tampaknya tak mereka kenal. Bagi mereka, KKN dianggap ‘menguntungkan’, memperoleh banyak harta dengan cara singkat dan mudah. Sesungguhnya, dalam hati kecilnya, mereka mengetahui resiko apabila praktek KKN itu terbongkar. Minimal, wibawa dan harga diri mereka akan jatuh. Persoalannya, mereka lebih percaya pada asumsi yang diyakini kemudian adalah dengan harta tersebut, kewibawaan dan kebanggaan pun bisa diwujudkan. Sebenarnya persepsi terhadap asumsi tersebut bukan hal baru. Di zaman Mesir Kuno, mereka yang menggunakan asumsi tersebut cukup banyak. Tokoh penganut asumsi ini yang kemudian diabadikan Al-Quran adalah Qorun. ‘Keluarlah Qorun kepada kaumnya dalam kemegahannya. Berkatalah orang-orang yang menghendaki kehidupan dunia: “Moga-moga kiranya kita mempunyai keberuntungan yang besar,”(QS 28:79). Inilah ‘mahzab’ Qorum; kemuliaan hanya melulu identik dengan kemegahan (banyak harta). Bagi para pengikut ‘mahzab’ ini. Langkah paling cepat dan tepat untuk meraih cita-citanya adalah dengan KKN. Persepsi manusia jenis ini terhadap harta jelas melupakan kaidah halal-haram, sehingga wajar kalau kata berkah telah lama hilang dalam hidup mereka. Berbeda dengan persepsi seorang Muslim yang taat,sebutir nasi yang masuk ke dalam perut dari hasil usaha haram, sudah dianggap sama dengan upaya menceburkan dirinya ke dalam neraka. Dalam sebuah hadis, Rasulullah saw mengingatkan bahwa daging yang tumbuh dari makanan yang haram, maka neraka lebih pantas menerimanya. Karena itu, bagaimanapun sulitnya dan sedikitnya harta yang diperoleh, namun syarat kehalalan adalah hal utama agar terhindar dari api neraka. Dalam kaitan ini, keberkahan adalah identik dengan kehalalan dalam mendapatkan dan memanfaatkan harta tersebut. Harta akan berkah manakala diperoleh lewat cara halal dan memberi nilai tambah bagi pemiliknya, baik dunia maupun akhirat. Artinya, tak hanya dirinya yang merasakan manfaat harta itu,namun bisa jadi orang lain pun menikmatinya lewat infak, sedekah atau zakat. Sebab, kesemuanya itu, terutama zakat adalah pencuci atau pembersih harta kita dari segala hal yang berbau subhat (QS 9:103). Dan, manfaat akhirat lewat dihapuskannya dosa menanti kelak di akhirat (QS 5:12).

Rabu, 22 Februari 2012

Arogansi?? Abrohah??

Imam Al Qurthubi mengisahkan dalam tafsirnya bahwa di kota Shon’a Yaman, ada seorang raja muda bernama Abrhohah al Asyrom, bawahan Raja Najasyi dari Habasyah (Ethiopia). Raja Kristen ini mengirim surat kepada Raja Najasyi bahwa dia telah membangun gereja di kota Shon’a sebagai persembahan kepada sang maharaja. Gereja itu dimaksudkannya untuk dijadikan pusat ziarah, menggantikan Ka’bah di Mekah. Dia berencana mengajak orang-orang Arab yang biasa berhaji ke Baitullah di Mekkah berpindah ke gereja di Shon’a. Rupanya, isi surat Abrohah itu bocor di kalangan bangsa Arab dan seorang pemuda dari Banu Kinanah marah karenanya. Pemuda itu lalu bertandang ke Shon’a, mendatangi gereja baru itu, dan membuang hajat di sana. Gemparlah kota Shon’a, Abrohah pun marah besar. Tahu pelakunya pemuda Bani Kinanah di Mekah, Abrohah langsung menyiapkan pasukan bergajah besar-besaran guna membalas dendam, sekaligus hendak menghancurkan Ka’bah demi realisasi tujuan awalnya membuat gereja. Di pinggiran kota Mekah, tentara Abrohah merampas harta benda penduduk Mekah, termasuk 100 ekor unta milik Abdul Mutholib, pemimpin Mekah. Demi melihat pasukan yang begitu besar, Abdul Mutholib melakukan diplomasi membahas pembebasan 100 ekor untanya. Abrohah heran, “Mengapa Anda mau bicara denganku tentang 100
unta yang kurampas dan membiarkan Ka’bah yang merupakan bagian dari
agamamu dan agama nenek moyangmu. Padahal, aku datang untuk menghancurkannya?” “Aku pemilik unta, sedangkan rumah itu ada pemiliknya yang akan melindunginya sendiri dari seranganmu,” kata Abdul
Mutholib. “Dia tidak akan mampu melindunginya dariku,” jawab Abrohah.
Abdul Mutholib dan kaumnya lalu mengungsi. Tapi Allah SWT bertindak sendiri, dengan mengirim tentaranya yang paling lemah, yakni burung-burung yang menghujani pasukan perkasa itu dengan batu hingga hancur. Kisah inilah yang diabadikan Allah SWT dalam surat Al-Fiil.
Nah, jika hari ini ada diantara hamba-hamba Allah yang akan dihancur-leburkan oleh sesuatu kekuatan pasukan yang amat congkak yang mewarisi kecongkakan Abrohah, kiranya Allah SWT tidak akan tinggal diam. Ka’bah sudah sejak sebelum Nabi Ibrahim As, beliulah yang memperbaiki bersama putranya Ismail As, yang sampai saat ini nama kedua Nabi tersebut masih menghiasi sekitar ka’bah yaitu hijir Ismail dan makom Ibrahim. Di ke dua tempat ini para calon haji disunahkan shalat, dengan menghadap ke ka’bah. Para calon haji makin lama makin bertambah banyak,diperkirakan pada tahun 2003 mencapai 2,5 juta orang, termasuk dari Indonesia 200.000 orang, Masjidil Haram setiap kali diperluas oleh Pemerintah Saudi Arabia, agar bisa menampung jamaah haji.

Senin, 20 Februari 2012

Siapa Abu Jahal?

Abu Jahal sangat gusar melihat perkembangan Islam di Mekkah. Dia terus mencari cara untuk menghentikan dakwah Rasulullah saw. Dikisahkan oleh Syeikh Abu Hafsah Umar bin Hasan bahwa Abu Jahal mengumpulkan orang­orang kafir urituk menjebak Rasulullah saw dalam lubang perangkap. Mereka menggali lubang di depan pintu rumah Abu Jahal. Bagian atasnya disamarkan dengan rumput dan ditaburi pasir tipis. Kepada budaknya diperintahkan agar selalu mengawasi lubang tersebut. Dia berpesan bila Muhammad terjerembab ke lubang itu, mereka harus segera menimbunnya dengan pasir. Beberapa saat kemudian Abu Jahal dikabarkan sakit. Dengan sifat mulianya, Rasul berniat menjengukanya. Namun begitu mendekati rumah tersebut , malaikat Jibril memberitahu bahwa Abu Jahal hanya berpura-pura sakit dengan maksud untuk mencelakakan Rasul. Maka Rasul mengurungkan niatnya, dan beliau kembali ke rumah. Rupanya Abu Jahal mengetahui kedatangan Rasul dari bilik, rumahnya. Ketika melihat Rasul hendak kembali, Abu Jahal segera melompat dari tempat pembaringannya dan berlari. Saat itulah dia lupa dengan jebakan yang telah dibuatnya. Dia masuk ke lubang yang cukup dalam itu. Para pengikutnya segera menolong dengan mengulurkan tali ke dalam lubang tersebut. Namun, tali tersebut terlalu pendek, sehingga tak dapat digapai oleh Abu Jahal. Maka tali disambung lagi. Tetapi tetap saja, Abu Jahal tak dapat menj angkaunya. Begitu tali disambung, Abu Jahal semakin dalam terperosok ke lubang itu. Ini terus berulang. Karena rasa takut yang sangat, Abu Jahal berseru dari dalam lubang, “Hai kawan-kawan, cepat kalian susul Muhammad, dan suruh ia datang kemari! Aku yakin tidak ada yang bisa menyelamatkanku selain dia” Mereka segera melaksanakan perintah Abu Jahal dan berhasil mengajak Rasul ke tempat tersebut. Rasul berdiri di bibir lubang dan berkata, “Abu Jahal, pamanku, apabila aku berhasil menyelamatkan paman dari lubang ini apakah paman bersedia beriman kepada Allah, dan Rasul-Nya?” Abu Jahal
segera menyahut,“Ya, aku bersedia!” Maka Rasul pun mengulurkan tanganya
ke dalam lubang. Dengan kekuasaan Allah, tanpa perantaraan tali, Rasul dapat memegangi tangan Abu Jahal dan kemudian mengangkatnya keluar. Setelah berhasil keluar dari dalam lubang itu, dia berkata, “Muhammad, hebat benar sihirmu.” Dan dia ingkar terhadap janjinya. Peristiwa ini sebagai tanda kekuasaan Allah pada diri Rasul saw, dan kemudian beliau bersabda, “Barang siapa yang menggali lubang untuk mencelakakan saudaranya yang Muslim, maka niscaya ia yang akan terperosok ke dalamnya kedalamnya. Wallahu ‘alam.

Sabtu, 18 Februari 2012

Gimana si Adab Bertetangga???

Barang siapa yang beriman kepada Allah dan hari Akhir hendaklah dia memuliakan tetangganya (HR Imam Bukhari dan Muslim).
Kepada siapa kita meminta pertolongan ketika, misalnya, terjadi kebakaran atau pencurian di rumah kita? Saudara kandung kita ataukah orang tua kita? Jawabnya pasti pada tetangga terdekat. Tetangga adalah orang terdekat yang bakal kita mintai bantuan saat kita membutuhkannya dan mereka juga orang pertama yang bakal memberikan bantuannya pada kita.
Acapkali, karena alasan tetangga, kita merasa nyaman dalam hidup berumah tangga: merasa aman, privasi yang terjaga, dan ketenangan hidup. Dan, bukan tidak mungkin karena tetangga pula perpecahan suatu rumah tangga terjadi, karena bisik-bisik tetangga yang meresahkan, atau bisa karena sikap dingin mereka saat kita membutuhkan pertolongan. Dengan alasan itulah kita menginginkan rumah kita berada di sana, bukan sekedar lokasi atau bentuk rumah, tapi juga lingkungan yang aman dan nyaman.

Islam sebagai system kehidupan yang paripurna demikian memperhatikan adab bertetangga. Landasan kehidupan bertetangga bagi seorang Muslim bukanlah karena asas manfaat - misalkan dengan alasan supaya tidak saling mengganggu - akan tetapi karena dorongan keimanan. Allah SWT menegaskan, “Dan berbuat baiklah kepada kedua orang tua, karib kerabat, anak-anak yatim dan orang miskin, serta tetangga yang dekat dan yang jauh,” (An Nisa:36). Imam Ahmad dan Al Hakim meriwayatkan satu hadis dari Abu Hurairah yang menuturkan bahwa para sahabat bertanya mengenai dua orang wanita yang berbeda sikap terhadap tetangga-tetangga mereka. Dikatakan, “Wahai Rasulullah, sesungguhnya Fulanah sangat rajin shalat di malam hari dan berpuasa (sunah) di siang hari, tetapi pada lisannya ada sesuatu yang mengganggu tetangganya.” Rasulullah saw menjelaskan, “Tidak ada kebaikan padanya dan dia di neraka.” Para sahabat berkata lagi, “Sesungguhnya Fulanah hanya shalat yang wajib dan hanya berpuasa Ramadhan dan dia menunaikan zakat, tetapi tidak ada sesuatu pada lisannya yang mengganggu tetangganya seorang pun.” Rasulullah saw menjawab, “Wanita itu di dalam surga.” Penghormatan kepada tetangga itu bukan hanya ditujukan bagi sesama Muslim saja, tetapi juga kepada mereka yang berbeda agama. Diriwayatkan oleh Abu Bakar al Bazzar dan Jabir bin Abdullah bahwa Rasulullah saw bersabda, “Ada tiga golongan tetangga, yaitu tetangga yang mempunyai satu hak, tetangga yang mempunyai dua hak, dan tetangga yang mempunyai tiga hak. Adapun tetangga yang mempunyai satu hak, yaitu hak ketetanggaan saja, ialah tetangga musryik dan bukan kerabat. Sedangkan tetangga yang mempunyai dua hak ialah tetangga Muslim yang bukan kerabat, ia mempunyai hak sesama Muslim dan hak sebagai tetangga. Dan, tetangga yang mempunyai tiga hak ialah tetangga Muslim yang juga mempunyai hubungan darah.”

Rabu, 15 Februari 2012

Adab Bertetangga

"Barang siapa yang beriman kepada Allah dan hari Akhir hendaklah dia memuliakan tetangganya" (HR Imam Bukhari dan Muslim).
Kepada siapa kita meminta pertolongan ketika, misalnya, terjadi kebakaran atau pencurian di rumah kita? Saudara kandung kita ataukah orang tua kita? Jawabnya pasti pada tetangga terdekat. Tetangga adalah orang terdekat yang bakal kita mintai bantuan saat kita membutuhkannya dan mereka juga orang pertama yang bakal memberikan bantuannya pada kita.
Acapkali, karena alasan tetangga, kita merasa nyaman dalam hidup berumah tangga: merasa aman, privasi yang terjaga, dan ketenangan hidup. Dan, bukan tidak mungkin karena tetangga pula perpecahan suatu rumah tangga terjadi, karena bisik-bisik tetangga yang meresahkan, atau bisa karena sikap dingin mereka saat kita membutuhkan pertolongan. Dengan alasan itulah kita menginginkan rumah kita berada di sana, bukan sekedar lokasi atau bentuk rumah, tapi juga lingkungan yang aman dan nyaman.

Islam sebagai system kehidupan yang paripurna demikian memperhatikan adab bertetangga. Landasan kehidupan bertetangga bagi seorang Muslim bukanlah karena asas manfaat - misalkan dengan alasan supaya tidak saling mengganggu - akan tetapi karena dorongan keimanan. Allah SWT menegaskan, “Dan berbuat baiklah kepada kedua orang tua, karib kerabat, anak-anak yatim dan orang miskin, serta tetangga yang dekat dan yang jauh,” (An Nisa:36). Imam Ahmad dan Al Hakim meriwayatkan satu hadis dari Abu Hurairah yang menuturkan bahwa para sahabat bertanya mengenai dua orang wanita yang berbeda sikap terhadap tetangga-tetangga mereka. Dikatakan, “Wahai Rasulullah, sesungguhnya Fulanah sangat rajin shalat di malam hari dan berpuasa (sunah) di siang hari, tetapi pada lisannya ada sesuatu yang mengganggu tetangganya.” Rasulullah saw menjelaskan, “Tidak ada kebaikan padanya dan dia di neraka.” Para sahabat berkata lagi, “Sesungguhnya Fulanah hanya shalat yang wajib dan hanya berpuasa Ramadhan dan dia menunaikan zakat, tetapi tidak ada sesuatu pada lisannya yang mengganggu tetangganya seorang pun.” Rasulullah saw menjawab, “Wanita itu di dalam surga.” Penghormatan kepada tetangga itu bukan hanya ditujukan bagi sesama Muslim saja, tetapi juga kepada mereka yang berbeda agama. Diriwayatkan oleh Abu Bakar al Bazzar dan Jabir bin Abdullah bahwa Rasulullah saw bersabda, “Ada tiga golongan tetangga, yaitu tetangga yang mempunyai satu hak, tetangga yang mempunyai dua hak, dan tetangga yang mempunyai tiga hak. Adapun tetangga yang mempunyai satu hak, yaitu hak ketetanggaan saja, ialah tetangga musryik dan bukan kerabat. Sedangkan tetangga yang mempunyai dua hak ialah tetangga Muslim yang bukan kerabat, ia mempunyai hak sesama Muslim dan hak sebagai tetangga. Dan, tetangga yang mempunyai tiga hak ialah tetangga Muslim yang juga mempunyai hubungan darah.”

Senin, 13 Februari 2012

Aqiqah



‘Aqiqah adalah sembelihan yang disembelih untuk anak yang baru lahir. Pengarang kitab Mukhtar Ash Ashihah mengatakan Al ‘Aqiqah atau Al ‘Iqqah adalah rambut makhluk yang baru dilahirkan baik manusia atau binatang. Dinamai pula daripadanya binatang yang disembelih untuk anak yang baru lahir pada hari ketujuh. ‘Aqiqah hukumnya sunnah mu’akkad, meskipun orang tua dalam keadaan sulit. ‘Aqiqah dilakukan Rasulullah saw dan para sahabat. Ashbabus Sunah meriwayatkan Nabi saw melakukan ‘aqiqah bagi Hasan dan Husein masing-masing seekor kambing (qibas). Hukum ‘aqiqah adalah hukum yang berlaku bagi kurban, hanya tidak dibolehkan bergabung (musyarakah).
Keutamaan dari ‘aqiqah ini seperti diriwayatkan dari Samurah bahwa Rasulullah saw bersabda : “Setiap anak yang lahir itu terpelihara dengan ‘aqiqahnya yang disembelih untuknya pada hari ketujuhnya, ia dicukur dan diberi nama. “Yang lebih utama untuk anak laki-laki disembelihkan dua ekor kambing atau domba yang mirip dan umurnya bersamaan. Sedang untuk anak perempuan satu ekor kambing. Dari Ummu Karz Al Ka’biyah berkata, “Aku pernah mendengar Rasulullah saw bersabda : Untuk anak laki-­laki dua ekor kambing yang mirip dan untuk anak perempuan satu ekor.” Jika memungkinkan, penyembelihan dilangsungkan pada hari ketujuh, jika tidak, maka pada hari keempat belas, dan jika yang demikian masih tidak memungkinkan maka kapan saja. Dalam hadis yang diriwayatkan oleh Al Baihaqie dikatakan : “’Aqiqah disembelih pada hari ketujuh dan hari keempat belas dan pada hari kedua puluh satu.” Disunahkan anak yang baru lahir diberi nama yang bagus dan dicukur rambutnya serta bersedekah seberat timbangan rambutnya dengan perak jika hal itu memung­kinkan. Berdalil kepada hadis yang diriwayatkan oleh Ahmad dan At Tirmidzi dari Ibnu Abbas bahwa Nabi SAW mengaqiqahkan Hasan satu ekor kambing dan berseru : “Hai Fatimah cukurlah rambutnya dan bersedekahlah dengan perak kepada orang­-orang miskin seberat timbangan (rambut) nya. Mereka berdua lalu menimbangnya, adalah timbangannya waktu itu seberat satu dirham atau sebagian dirham.” Mazhab Hambali berpendapat apabila hari kurban dan hari ‘aqiqah jatuh pada hari yang sama, maka cukup satu sembelihan untuknya. Seperti halnya bila hari Raya Idul Fitri jatuh pada hari jumat, sunah mandi untuk salah satunya.