Kamis, 12 Juli 2012

Haji ... ??? Baitullah ... ???



Filosofi ibadah haji, menurut Ali Syariati, tidak lain daripada perjalanan menghampiri dan mendekati Allah SWT. Perjalanan ini secara simbolik dinyatakan dengan mendatangi “rumah-Nya”, yaitu kabah atau Baitullah di
kota suci Mekah. Baitullah, yang menjadi tujuan utama perjalanan haji ini, memberi daya tarik tersendiri bagi kaum muslimin. Pasalnya, ia memiliki kemuliaan dan keutamaan yang tidak dimiliki oleh rumah ibadah manapun.
Pertama, ia merupakan tempat ibadah pertama yang dibangun di muka bumi
(Ali Imran, 96). la pertama baik dari segi waktu maupun kemuliaannya. 
Kedua, ia diberi nama Baitullah, berarti “rumah Allah”. Ini berarti namanya disandarkan langsung dengan nama Allah SWT. 
Ketiga, ia menjadikan sebagai tempat  bagi pelaksanaan bermacam ibadah dalam Islam, seperti haji, umrah, thawaf, dan juga sa'i. 
Keempat, ia dijadikan sebagai kiblat atau pusat orientasi bagi muslimin di seluruh dunia dalam ibadah shalat. 
Karena kemuliaan yang disebut terakhir ini, tulis Rasyid Ridha, maka tak sesaat pun berlalu, di waktu siang atau pun malam, kecuali kaum muslimin menghadapkan wajah mereka ke arahnya. (tafsir al-Manar, 4/7).
Dari sini kita dapat mengetahui bahwa kemuliaan Baitullah itu lebih terkait
dengan makna dan fungsinya, bukan karena letak bangunannya dan bahan
materialnya konon, dikirim dari surga. Namun, riwayat semacam ini ditolak
oleh Abduh dan Rasyid Riddha. Menurut mereka riwayat itu lemah dan berbau israiliyat. Komentar Umar Ibnu Khattab mengenai hajar aswad yang berada di kabah itu, agaknya memperkuat pendapat Abduh dan Ridha di atas. Diceritakan ketika Umar menempelkan tangannya di batu hitam itu ia berkata, “Aku tahu bahwa engkau hanyalah batu. Seandainya aku tak mengetahui bahwa Rasulullah menciummu, aku tak pernah akan menciummu.” Usai berkata demikian, Umar pun mendekatinya, lalu menciumnya. (HR Bukhari dan Muslim). 
Baitullah, seperti tersebut dalam Alquran, dibangun oleh Nabi Ibrahim dan putranya, Ismail (al Baqarah, 127). Sebagai pendiri, Ibrahim dan Ismail diperintahkan oleh Allah SWT agar senantiasa menjaga dan memelihara kesuciannya, baik secara fisik maupun maknawi. (Al Baqarah, 126). Nabi Muhammad saw yang merupakan pelanjut keduanya, tentu mendapat tugas yang sama. Begitu juga kaum muslimin, yaitu setiap orang yang beriman kepada Allah dan Rasul-Nya. Baitullah, seperti halnya Shafa, Marwa, dan Arafah, merupakan salah satu syiar Allah yang amat penting. Setiap muslim harus menghormati dan memuliakannya. Penghormatan terhadap syiar ini, didefinisikan sebagai salah satu tanda dari iman dan taqwa. Allah berfirman: “Demikianlah (perintah Allah). Dan barang siapa mengagungkan syiar-syiar Allah, maka sesungguhnya itu timbul dari ketaqwaan hati.” (Al-Haj 32).

Senin, 09 Juli 2012

apa BUKTI CINTA mu,.????


Suatu hari Rasulullah saw melihat setumpuk kurma. Beliau bertanya kepada Bilal, “Untuk apa ini?” Dijawab, “Ya Rasulullah, kurma ini untuk persediaan kebutuhan di masa depan.” Mendengar hal tersebut, Nabi Muhammad saw pun berucap, “Apakah engkau tidak takut terkena api neraka pada hari perhitungan kelak? Bagikanlah kurma itu, Bilal, dan jangan takut bahwa Allah akan membiarkan kita kelaparan.” 
Dewasa ini banyak sekali contoh orang yang khawatir kesulitan pangan kemudian bertindak, seperti Bilal. Mereka yang kaya memborong dan menimbun bahan-bahan kebutuhan pokok. Sedangkan yang miskin hanya bisa mengeluh dan gigit jari. Namun, Islam datang bagaikan cahaya penerang gulita. Rasulullah saw mengajarkan umatnya agar jangan suka menimbun kebutuhan pokok karena takut kelaparan di masa depan. Islam justru mengajarkan agar setiap Muslim gemar memberi terutama kepada mereka yang ditimpa kesulitan. “Hai hamba-Ku, dermakanlah hartamu, niscaya engkau akan diberi pula nafkah,” perintah Allah dalam salah satu hadis qudsi Dalam hadis qudsi yang lain, Allah SWT berfirman, “Hai anak cucu Adam, keluarkanlah isi gudang simpananmu! Dan ketahuilah, bahwa gudang-Ku tidak akan terbakar, tidak akan tenggelam, dan tidak akan kecurian. Aku penuhi segala yang menjadi kehendakmu.”
Terhadap mereka yang dermawan, Tuhan berjanji, “Orang-orang yang beriman dan gemar mengerjakan perbuatan baik (amal saleh), mereka mendapatkan ampunan dan rezeki yang mulia.” [QS Al Haji (22):50].
Saat ini ekonomi bangsa dan negara Indonesia hancur-hancuran. Banyak pabrik tutup, belasan juta orang menganggur, puluhan juta orang bertambah miskin, jutaan orang kelaparan, dan tidak sedikit pelajar dan mahasiswa terancam putus sekolah. Dalam kondisi seperti ini, sekadar satu-dua liter beras, satu kilogram minyak goreng, dan beberapa bungkus mi instan terasa begitu berarti. Selayaknya mereka yang mempunyai sedikit kelebihan rezeki, menyisihkan sebagian rezekinya untuk mereka yang kekurangan. Baik menyalurkan secara langsung kepada para tetangga yang miskin, panti asuhan/yatim piatu, maupun lewat lembaga-lembaga yang diyakini mampu menjalankan amanat tersebut dengan baik. Alangkah indahnya kalau mereka mensyukuri karunia Allah tersebut dengan berbagi kepada saudara-saudaranya sebangsa yang tengah dilanda kesulitan-kesulitan hidup.
Nabi Muhammad saw menempatkan sikap menolong sesama - dengan cara menyisihkan sebagian rezeki yang diterima - sebagai bukti cinta. “Tidaklah beriman seorang di antara kamu hingga dia mencintai saudaranya seperti dia mencintai dirinya sendiri,” tandas Nabi Muhammad saw kepada sahabat.