Rabu, 04 April 2018

Dendam

Manusia adalah makhluk yang lemah, selama hidupnya tidak luput dari kesalahan, baik disengaja atau tidak. Pemimpin biasa jadi kurang adil dan kurang amanah terhadap rakyatnya. Rakyat pun boleh jadi kurang taat kepada pemimpinnya: Antar tetangga, teman atau rival politik kadangkala juga muncul sikap saling curiga dan saling benci.
Lantaran kesalahan-kesalahan itu, sewajarnyalah manusia saling memaafkan
secara tulus,  dan tak menyimpan dendam. Meminta maaf adalah perbuatan mulia, namun kata Rasulullah saw yang paling mulia adalah kesediaan memaafkan sebelum seseorang meminta maaf (HR Muslim dan Abu Dawud).
Hadis ini mengisyaratkan bahwa sebagai orang beriman kita harus menjauhi
rasa dendam. Dendam bukan saja merusak tatanan pergaulan, tetapi lebih dari itu, yakni merusak ketenangan jiwa. Selagi kita lihat orang yang tidak kita senangi, selama itu pula jiwa kita tidak tenteram, jauh dari ampunan Allah dan surga. Allah berfirman: “Bersegeralah kamu menuju ampunan Tuhanmu dan surga seluas langit dan bumi, yang disediakan bagi orang yang bertaqwa. Yakni, orang yang berderma ketika senang dan susah, menahan marah (tidak dendam) dan suka memaafkan sesama manusia...” (QS Ali -Imran [3] :133-134). Rasulullah saw adalah sosok yang sangat pemaaf, dan patut diteladani. Sikap ini pernah ditunjukkan Nabi Muhammad saw, ketika seorang Arab Badui kencing di Masjid Nabawi. Para sahabat menjadi marah, tetapi Rasulullah saw berkata : “Biarkan saja dia, siramlah air kencingnya itu,
senangkan dan jangan ganggu dia,” (HR Bukhari). Abu Hurairah pun menceritakan sikap mulia Rasulullah saw. Nabi saw pernah diminta untuk mengutuk orang non Muslim, namun beliau berkata: “Aku tidak diutus untuk mengutuk orang,  tetapi menjadi rahmat bagi seluruh umat manusia.” (HR Muslim).
Rasulullah saw tidak pernah mengecam seseorang, tetapi selalu memaafkan
kesalahannya. Kendati sangat membenci orang yang berbuat salah, tetapi beliau tidak pernah menuntut balas dari luka-luka yang beliau derita, tidak pernah menyakiti hamba sahaya, pelayan, dan binatang, serta tidak pernah menolak permohonan yang sah (HR Abu Dawud dari Aisyah).Tentang berkeluarga, dalam riwayat yang sama ditemukan bahwa ketika suatu malam
beliau terlambat pulang, pintu telah terkunci. Beliau tak marah pada istrinya,
malah ia tidur di depan pintu. Beliau terbangun ketika pintu dibuka Aisyah di waktu pagi, Rasulullah saw pun masih mau menyapa ramah istrinya: “Ya
humaira (yang pipinya kemerah-merahan), maaflan aku terlambat pulang.” Namun, kelemahlembutan sesama orang beriman tidak mengurangi ketegasan beliau kepada orang kafir (QS Al Fath [48]:29).

Kebenaran tanpa akal akan menang melawan akal tanpa kebenaran.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar